Sebagai orang awam, pernahkah kita membayangkan darimana pasokan kebutuhan pangan sebuah daerah? Siapa yang mendistribusikannya? Bagaimana agar stoknya aman? Siapa yang menentukan jumlah stoknya? Bukan hanya pangan, tapi prasarana publik seperti jalan raya misalnya. Darimana para pekerjanya berasal? Siapa yang mengorganisir jam kerja mereka? Tentu saja kita akan sepakat bahwa semua hal di atas adalah tugasnya pemerintah. Namun dalam pelaksanaannya, pemerintah punya metode tersendiri dan tidak sembarangan karena menyangkut hajat orang banyak.
Sumber gambar: http://flic.kr/p/dNeEvW
Sebagai orang awam, pernahkah kita membayangkan darimana pasokan kebutuhan pangan sebuah daerah? Siapa yang mendistribusikannya? Bagaimana agar stoknya aman? Siapa yang menentukan jumlah stoknya? Bukan hanya pangan, tapi prasarana publik seperti jalan raya misalnya. Darimana para pekerjanya berasal? Siapa yang mengorganisir jam kerja mereka?
Tentu saja kita akan sepakat bahwa semua hal di atas adalah tugasnya pemerintah. Namun dalam pelaksanaannya, pemerintah punya metode tersendiri dan tidak sembarangan karena menyangkut hajat orang banyak. Dalam pengadaan barang/jasa, pemerintah melibatkan beberapa pihak, baik itu perusahaan milik pemerintah maupun swasta.
Berbeda dengan pengadaan barang dan jasa di instansi dan perusahaan swasta, pengadaan barang dan jasa di instansi pemerintahan lebih rumit. Pasalnya setiap transaksi yang dilakukan berhubungan dengan perhitungan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) maupun Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD).
Hal tersebut sangat rawan dengan tindak pidana seperti korupsi, kolusi, dan nepotisme. Kenyataannya diperkuat dengan beberapa kasus yang sedang ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sebanyak 44% kasus di lembaga tersebut adalah kasus pengadaan barang/jasa. Jika ditarik ke tingkat daerah, bisa saja angkanya akan terus membengkak. Karena itu, kesan yang ada di publik adalah pengadaan barang/jasa adalah sarang korupsi.
Pengadaan barang/jasa masuk ke dalam lingkup hukum administrasi negara (HAN), hukum perdata, dan hukum pidana. Menurut Perpres 70/2012 Pasal 1 ayat 1, setidaknya ada dua wilayah dalam pelaksanaanya. Pertama, yaitu persiapan, pemilihan penyedia hingga penetapan pemenang dilingkupi oleh administrasi negara. Kedua, yaitu penandatanganan kontrak hingga serah terima pekerjaan berada dalam ranah perdata. Ranah pidana sendiri bisa terjadi di seluruh bagian proses yang mengacu pada ketentuan UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diganti dengan UU 20/2001.
Stigma negatif bahwa pengadaan barang/jasa sarang korupsi coba diluruskan oleh Samsul Ramli melalui bukunya berjudul Bacaan Wajib Mengatasi Aneka Masalah Teknis Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Buku ini merupakan pemikiran dan pengalaman penulis terutama dalam ilmu pengadaan barang/jasa, baik di pemerintahan pusat maupun di daerah. Dengan gaya bahasa yang mudah dipahami, buku ini juga menjelaskan secara menyeluruh tentang hal-hal teknis pengadaan barang/jasa. Mulai dari penjabaran pasal-pasal hukum yang melatarbelakanginya, pembahasan kontrak, hukum-hukum pengadaan barang/jasa, hingga persiapan teknis dokumen-dokumen pendukung.
Layak dibaca bagi siapa saja yang ingin menambah wawasan dan mengetahui beberapa fakta, bahwa pengadaan barang/jasa tak seburuk yang dibayangkan.