Secara hukum, anak-anak Indonesia dipayungi dalam Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Dalam UU ini, secara legal anak diberikan hak-hak khusus oleh negara, seperti soal pengasuhan,pelayanan kesehatan dan jaminan sosial, serta pendidikan dan pengajaran yang layak.
Sayangnya, UU ini lebih banyak membahas soal pengasuhan anak. Sementara tindakan pencegahan dan perlindungan anak sejak dari rumah, sekolah, dan di masyarakat belum banyak dicantumkan dalam undang-undang tersebut. Kritik ini sempat disampaikan Ledia Hanifa Amaliah, anggota DPR RI, komisi VIII.
Dalam soal perlindungan dan pencegahan, sudah semestinya diatur baik lewat undang-undang, maupun peraturan praktis. Sehingga, tidak muncul kesan negara tidak “hadir”. Aparat negara baru hadir setelah kasus tindak pidana terjadi terhadap anak. Tampaknya, soal perlindungan anak, warga masyarakat perlu mandiri mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan terjadi terhadap anak-anak.
Nah, jika membandingkan dengan negara lain—sebutlah Jepang—ruang perlindungan anak-anak betul-betul mendapatkan perhatian khusus. Perhatian ini berupa cara preventif melindungi anak dengan berbagai cara.
Satu contoh ketika ada anak yang membutuhkan pertolongan di keramaian, si anak sudah membawa peluit untuk tanda bahaya. Atau stiker bertanda khusus, ketika stiker itu tertempel di tas atau pakaian anak, berarti si anak sedang membutuhkan bantuan.
Sementara itu, ada aturan khusus jika orangtua meninggalkan anak usia di bawah sembilan tahun sendiri di rumah, orangtua tersebut akan dikenakan hukuman oleh negara.
Menangkal Penculikan Anak
Jika menengok di media, berita kasus penculikkan terasa kian meningkat. Tentu saja hal ini membuat orangtua mesti terus waspada. Beragam modus penculikkan terjadi, dari uang tebusan, penjualan anak, penjualan organ tubuh anak, sakit hati pada orangtua anak, hingga kasus perebutan anak di antara suami-istri yang tidak harmonis.
Korban penculikan pun tidak pandang bulu, bisa berasal dari berbagai kalangan kelas ekonomi. Pelaku penculikan juga beragam, dari orang yang dikenal, seperti pembantu rumah tangga, perawat rumah sakit, hingga keluarga dekat korban.
Oleh karena itu, orangtua, sekolah, dan masyarakat perlu berupaya lakukan pencegahan secara bersama. Tindak penculikan bisa dialami oleh anak kapan pun dan di mana pun. Misalnya, usai bel pulang sekolah, guru-guru wajib memastikan anak-anak sampai ke tangan si penjemput. Jika si anak dijemput oleh orang yang berbeda, orangtua wajib mengabarkan sebelumnya kepada anak dan gurunya.
Memberikan kata sandi atau password khusus juga bisa diberikan pada anak sebagai sandi penghubung yang hanya diketahui oleh si anak dan orangtua. Jelaskan pada anak jika ada orang asing yang mencoba mengajak atau penjemput, anak harus menanyakan terlebih dahulu password-nya.
Memberikan peluit tanda bahaya dan GPS tersembunyi, juga bisa untuk upaya pencegahan penculikkan anak. Peluit digunakan saat anak membutuhkan bantuan dan GPS memberikan sinyal lokasi posisi keberadaan anak.
Namun, bagaimana pun juga, kerja-kerja aparat negara dan masyarakat perlu disinergikan untuk mengatasi persoalan ini. Yang pasti, negara yang sudah menganggarkan dananya untuk perlindungan anak perlu diingatkan dan diawasi oleh masyarakat agar hak anak-anak untuk mendapatkan perlindungan benar-benar dijamin.
sumber:
image: under30ceo.com
Posisi salah dalam menyusui akan berdampak bayi tidak cukup mendapat asupan ASI. Efeknya bisa menyebabkan…
Dalam rangka menyambut new year & lunar new year 2020, setiap pembelian buku masakan terbitan…
Dalam rangka menyambut new year & lunar new year 2020, setiap pembelian buku parenting terbitan…
Foto http://ad.rekrutmen-tni.mil.id/ Ini panggilan khusus dari negara untuk kamu yang saat ini berusia 17--22 tahun.…
Berbincang “Kari”, bisa mengacu pada tiga makna. Pertama, kari sebagai masakan. Kedua, nama daun Kari.…
Banyak jenis puding yang biasanya terbuat dari bahan agar-agar. Untuk resep kali ini, puding tidak…