Undang-undang ketenagakerjaan yang mengatur tenaga kerja kontrak sebenarnya pernah dihapuskan. Namun dengan dikeluarkannya UU No 13 tahun 2003, tenaga kerja kontrak (outsourcing) kembali muncul. Model kerja kontrak dianggap bertentangan dengan UUD 1945 dalam memberikan jaminan perlindungan hak kepada setiap warga Negara untuk memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak.
Yang dimaksud tenaga kerja kontrak/tidak tetap/outsourcing adalah pekerja yang bekerja berdasarkan perjanjian kerja waktu tertentu.
Pada praktiknya tenaga kerja kontrak memang seringkali merugikan hak pekerja. Maka tak jarang perselisihan industrial antara pekerja dan pengusaha terutama tenaga kerja outsourcing sering kita dengar. Penyebabnya biasanya tuntutan pada hak-hak pekerja yang tidak dipenuhi oleh pengusaha.
Dari sudut pandang pemerintah sendiri merasa lega adanya UU tersebut karena dianggap sedikit mengurangi masalah pengangguran. Sementara bagi pengusaha, tenaga kontrak menjadi favorit karena mereka memiliki hak-hak yang berbeda dengan tenaga kerja tetap. Betulkah?
Menurut buku Tanya Jawab Seputar Hak-Hak Tenaga Kerja Kontrak (outsourcing), secara umun, sistem pengupahan pekerja kontrak sama dengan pengupahan pada pekerja tetap yang diatur dalam Pasal 8898 UUK. Setiap pekerja kontrak berhak mendapatkan hak yang sama dengan pekerja tetap dalam hal upah, upah lembur, upah jika tidak masuk kerja, serta tunjangan hari raya (THR).
Lebih lengkap soal UUK, peraturan perusahaan dan perjanjian kerja bersama, upah, lembur, cuti dan THR, Jamsostek, an perselisihan hubungan industrial bisa Anda simak dalam buku Tanya Jawab Seputar Hak-Hak Tenaga Kerja Kontrak (outsourcing). Buku ini juga berisi keputusan-keputusan Menteri yang berkaitan dengan tenaga kerja kontrak. Buku yang ditulis oleh Much. Nurachmad ST, M. Hum, diterbitkan oleh Visimedia.