Siapa bilang kehidupan seorang pengacara itu selalu serius? Bagaimana pun, seorang pengacara itu tetaplah manusia yang memiliki kebutuhan untuk curcol a.k.a curhat colongan. Nggak percaya? Tunggu sampai kamu bertemu dengan Arry Wibowo.
Siapa bilang kehidupan seorang pengacara itu selalu serius? Bagaimana pun, seorang pengacara itu tetaplah manusia yang memiliki kebutuhan untuk curcol a.k.a curhat colongan. Nggak percaya? Tunggu sampai kamu bertemu dengan Arry Wibowo.
Yup, selain bekerja sebagai seorang Legal & Compliance Director di sebuah perusahaan multinasional, Arry juga aktif mengikuti berbagai kegiatan yang berhubungan dengan standup comedy. Bahkan kini, kesibukan Arry pun bertambah sejak buku Baper Lawyer; Berani Curcol Gak Berani Lapor. Hmmm… kira-kira isinya tentang apa ya?
“Baper Lawyer isinya ya tentang beberapa pengalaman saya, termasuk keresahan tentang praktik penegakan hukum di Indonesia,” ungkap Arry kepada Visimedia Pustaka yang ia sampaikan via surel. “Tapi nggak itu saja sih. Ada juga curcol saya tentang apa yang saya lihat di sekitar kita, seperti jalan berlubang, sampah, sampai tingkah laku para politisi yang kian memalukan,” tambahnya.
Menurut Arry, buku ini ia tulis sebagai ajang curhatan saja. Ia pun lebih memilih curhat dibanding harus memendamnya sendiri dan menjadi bisul. Tentunya akan lebih terasa menyakitkan, dong?
Lantas, saat tampil dalam standup comedy, Arry juga membahas soal hukum di hadapan audience?
“Nggak selalu. Karena nggak semua audience standup comedy bisa diajak ngomongin hal-hal yang sifatnya ‘tinggi’. Kebanyakan masih nyari lucunya saja, sih,” tambah Arry.
Memang sih, bicara tentang hukum, belum tentu semua orang paham atau mau mendengarkan. Apalagi bicara soal hukum di Indonesia yang kadang “membingungkan”. Bahkan, Arry pun mengibaratkan hukum di Indonesia itu seperti jamu.
“Kalau dilihat dari warnanya aja sih, kelihatannya nggak enak… padahal kalau diminum memang nggak enak, kan? Pahit rasanya, bikin pingin muntah… Lha? Atau mungkin seperti Bos gue kali ya… Kalau dilihat sekilas tampangnya aja sih, kelihatannya orangnya nggak baik, padahal sebenernya kan… memang nyebelin banget sih hahaha…,” kata Arry.
Begitulah Arry. Profesinya sebagai pengacara tak lantas membuatnya selalu serius menghadapi hidup. Pun dengan buku Baper Lawyer yang ia tulis. Bahkan menurutnya, masih banyak ide yang mendekam di otaknya. Ide-ide tersebut bisa menjadi next project dari seorang Arry.
Meski demikian, tidak neko-neko, Arry berharap buku perdananya ini laku dan banyak yang membeli. Namun, Arry juga berharap bahwa apa yang ia tuangkan dalam Baper Lawyer juga dirasakan oleh orang lain. Dengan begitu, baik Arry maupun masyarakat yang “senasib”, bisa sama-sama membulatkan niat untuk melakukan hal berbeda.